Blog

Di dalam blog ini tersedia pengumuman dan informasi terbaru.

Bahasa Indonesia

Datum: Sonntag, der 01. Dezember 2019

Uhrzeit: 14 Uhr

Ort: Alte Nikolaikirche, Frankfurt am Main / Römerberg

Predigttext aus

Römer 13, 8-12

Seid niemandem etwas schuldig, außer dass ihr euch untereinander liebt; denn wer den andern liebt, der hat das Gesetz erfüllt. 9 Denn was da gesagt ist: »Du sollst nicht ehebrechen; du sollst nicht töten; du sollst nicht stehlen; du sollst nicht begehren«, und was da sonst an Geboten ist, das wird in diesem Wort zusammengefasst: »Du sollst deinen Nächsten lieben wie dich selbst.« 10 Die Liebe tut dem Nächsten nichts Böses. So ist nun die Liebe des Gesetzes Erfüllung.
11 Und das tut, weil ihr die Zeit erkannt habt, dass die Stunde da ist, aufzustehen vom Schlaf, denn unser Heil ist jetzt näher als zu der Zeit, da wir gläubig wurden. 12 Die Nacht ist vorgerückt, der Tag ist nahe herbeigekommen. So lasst uns ablegen die Werke der Finsternis und anlegen die Waffen des Lichts.

(Lutherbibel 2017)

Predigt: Pfarrerin Junita Rondonuwu-Lasut (Evangelische Indonesiche Kristusgemeinde Rhein-Main)

Ehrenamtlicher Dienst zum 1. Adventsgottesdienst

Liturgie: Frau Tinur Siahaan
Musik: Frau Leandro Christian
Bibellesung: Frau Marina Subianto
Abendmahl: Kirchenvorstand
Kindergottesdienst: Frau Dwi Hariwati und Frau Yesica Balondo
Abkündigung: Frau Riany Lengkong
Verpflegung: Damai sejahtera
Schlüsseldienst: Frau Riany Lengkong

Liturgie
Unsere letzten Predigten

Unser Gemeindetreff nach unserem Sonntagsgottesdienst findet in Saalgasse 15 (EVA) statt.

----------------

Tanggal: Minngu, 01 Desember 2019

Waktu: Pukul 14:00

Tempat: Alte Nikolaikirche, Frankfurt am Main / Römerberg

Teks Khotbah dari

Roma 13, 8-12

Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapa pun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat. 9 Karena firman: jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini dan firman lain mana pun juga, sudah tersimpul dalam firman ini, yaitu: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri! 10 Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat.
11 Hal ini harus kamu lakukan, karena kamu mengetahui keadaan waktu sekarang, yaitu bahwa saatnya telah tiba bagi kamu untuk bangun dari tidur. Sebab sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita dari pada waktu kita menjadi percaya. 12 Hari sudah jauh malam, telah hampir siang. Sebab itu marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang!

(Alkitab Terjemahan Baru 1974)

Khotbah: Pendeta Junita Rondonuwu-Lasut (Jemaat Kristus Indonesia Rhein-Main)

Pemberitahuan Pelayanan Hari Minggu Adven Pertama

Litrugi: Ibu Tinur Siahaan
Musik: Sdr Leandro Christian
Pembacaan Alkitab: Ibu Marina Subianto
Perjamuan Kudus: Majelis Jemaat
Sekolah Minggu: Ibu Dwi Hariwati dan Ibu Yesica Balondo
Berita Jemaat: Sdri Riany Lengkong
Konsumsi: Damai sejahtera
Kunci: Sdri Riany Lengkong

Liturgi
Khotbah yang terakhir

Pertemuan jemaat setelah Ibadah Minggu depan akan diadakan di Gedung EVA (Saalgasse 15).
Jumat, 22 November 2019 20:34

Gottesdienst / Ibadah 24.11.2019

Bahasa Indonesia

Datum: Sonntag, der 24. November 2019
Uhrzeit: 15 Uhr
Ort: Alte Nikolaikirche, Frankfurt am Main / Römerberg

Predigttext aus

Matthäus 25,1-13

Dann wird das Himmelreich gleichen zehn Jungfrauen, die ihre Lampen nahmen und gingen hinaus, dem Bräutigam entgegen. 2 Aber fünf von ihnen waren töricht und fünf waren klug. 3 Die törichten nahmen ihre Lampen, aber sie nahmen kein Öl mit. 4 Die klugen aber nahmen Öl mit in ihren Gefäßen, samt ihren Lampen.
5 Als nun der Bräutigam lange ausblieb, wurden sie alle schläfrig und schliefen ein. 6 Um Mitternacht aber erhob sich lautes Rufen: Siehe, der Bräutigam kommt! Geht hinaus, ihm entgegen! 7 Da standen diese Jungfrauen alle auf und machten ihre Lampen fertig.
8 Die törichten aber sprachen zu den klugen: Gebt uns von eurem Öl, denn unsre Lampen verlöschen. 9 Da antworteten die klugen und sprachen: Nein, sonst würde es für uns und euch nicht genug sein; geht aber zu den Händlern und kauft für euch selbst.
10 Und als sie hingingen zu kaufen, kam der Bräutigam; und die bereit waren, gingen mit ihm hinein zur Hochzeit, und die Tür wurde verschlossen. 11 Später kamen auch die andern Jungfrauen und sprachen: Herr, Herr, tu uns auf! 12 Er antwortete aber und sprach: Wahrlich, ich sage euch: Ich kenne euch nicht. 13 Darum wachet! Denn ihr wisst weder Tag noch Stunde.

(Lutherbibel 2017)

Liturgie und Predigt: Pfarrerin Junita Rondonuwu-Lasut (Evangelische Indonesiche Kristusgemeinde Rhein-Main)

Ehrenamtlicher Dienst zum letzen Sonntag des Kirchenjahres

Musik: Frau Paula Simanjuntak
Bibellesung: Frau Inke Rondonuwu
Kindergottesdienst: Frau Inke Rondonuwu und Herr Viktor Aritonang
Abkündigung: Herr Jens Balondo
Verpflegung: Sukacita
Schlüsseldienst: Herr Jens Balondo

Liturgie
Unsere letzten Predigten

Unser Gemeindetreff findet nach unserem Sonntagsgottesdienst in der Saalgasse 15 (EVA) statt.

----------------

Tanggal: Minngu, 24 November 2019
Waktu: Pukul 15:00
Tempat: Alte Nikolaikirche, Frankfurt am Main / Römerberg

Teks Khotbah dari

Matius 24, 1-13

Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. 2 Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. 3 Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, 4 sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka.
5 Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. 6 Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia! 7 Gadis-gadis itu pun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka.
8 Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam.
9 Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ. 10 Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup. 11 Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! 12 Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu. 13 Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.

(Alkitab Terjemahan Baru 1974)

Liturgi dan Khotbah: Pendeta Junita Rondonuwu-Lasut (Jemaat Kristus Indonesia Rhein-Main)

Pemberitahuan Pelayanan Hari minggu terakhir tahun gerejawi

Musik: Ibu Paula Simanjuntak
Pembacaan Alkitab: Sdri Inke Rondonuwu
Sekolah Minggu: Sdri Inke Rondonuwu dan Sdr Viktor Aritonang
Berita Jemaat: Bpk Jens Balondo
Konsumsi: Sukacita
Kunci: Bpk Jens Balondo

Liturgi
Khotbah yang terakhir

Pertemuan jemaat akan diadakan setelah Ibadah Minggu di Gedung EVA (Saalgasse 15).

Sabtu, 16 November 2019 20:40

Gottesdienst / Ibadah 17.11.2019

Bahasa Indonesia

Datum: Sonntag, der 17. November 2019

Uhrzeit: 15 Uhr


Ort: Alte Nikolaikirche, Frankfurt am Main / Römerberg

Predigttext aus

Hiob 14, 1-6; 13-17

Der Mensch, vom Weibe geboren, lebt kurze Zeit und ist voll Unruhe, 2 geht auf wie eine Blume und welkt, flieht wie ein Schatten und bleibt nicht. 3 Doch du tust deine Augen über einen solchen auf, dass du mich vor dir ins Gericht ziehst. 4 Kann wohl ein Reiner kommen von Unreinen? Auch nicht einer! 5 Sind seine Tage bestimmt, steht die Zahl seiner Monde bei dir und hast du ein Ziel gesetzt, das er nicht überschreiten kann: 6 so blicke doch weg von ihm, damit er Ruhe hat, bis sein Tag kommt, auf den er sich wie ein Tagelöhner freut.

13 Ach dass du mich im Totenreich verwahren und verbergen wolltest, bis dein Zorn sich legt, und mir eine Frist setzen und dann an mich denken wolltest! 14 Meinst du, einer stirbt und kann wieder leben? Alle Tage meines Dienstes wollte ich harren, bis meine Ablösung kommt. 15 Du würdest rufen und ich dir antworten; es würde dich verlangen nach dem Werk deiner Hände. 16 Dann würdest du meine Schritte zählen und nicht achtgeben auf meine Sünde. 17 Du würdest meine Übertretung in ein Bündlein versiegeln und meine Schuld übertünchen.

(Lutherbibel 2017)

Liturgie und Predigt: Pfarrerin Junita Rondonuwu-Lasut (Evangelische Indonesiche Kristusgemeinde Rhein-Main)

Ehrenamtlicher Dienst zum Vorletzter Sonntag des Kirchenjahres

Musik: Herr Leandro Christian
Bibellesung: Herr Aditya Dolontelide
Kindergottesdienst: Frau Riany Lengkong und Herr Viktor Aritonang
Abkündigung: Herr Frank Madrikan
Verpflegung: Alle Regionen
Schlüsseldienst: Pfarrerin Junita Rondonuwu-Lasut

Liturgie
Unsere letzten Predigten

Im Anschluss findet für unsere Gemeindemitglieder ab 16:30 Uhr bis ca. 19 Uhr unsere Gemeindeversammlung in Saalgasse 15 (Saal EVA) statt.

----------------

Tanggal: Minngu, 17 November 2019

Waktu: Pukul 15:00


Tempat: Alte Nikolaikirche, Frankfurt am Main / Römerberg

Teks Khotbah dari

Ayub 14, 1-6; 13-17

Manusia yang lahir dari perempuan,singkat umurnya dan penuh kegelisahan. 2 Seperti bunga ia berkembang, lalu layu,seperti bayang-bayang ia hilang lenyap dan tidak dapat bertahan. 3 Masakan Engkau menujukan pandangan-Mu kepada orang seperti itu,dan menghadapkan kepada-Mu untuk diadili? 4 Siapa dapat mendatangkan yang tahir dari yang najis?Seorang pun tidak! 5 Jikalau hari-harinya sudah pasti,dan jumlah bulannya sudah tentu pada-Mu, dan batas-batasnya sudah Kautetapkan, sehingga tidak dapat dilangkahinya, 6 hendaklah Kaualihkan pandangan-Mu dari padanya, agar ia beristirahat,sehingga ia seperti orang upahan dapat menikmati harinya.

13 Ah, kiranya Engkau menyembunyikan aku di dalam dunia orang mati,melindungi aku, sampai murka-Mu surut; dan menetapkan waktu bagiku, kemudian mengingat aku pula! 14 Kalau manusia mati, dapatkah ia hidup lagi?Maka aku akan menaruh harap selama hari-hari pergumulanku, sampai tiba giliranku; 15 maka Engkau akan memanggil, dan aku pun akan menyahut;Engkau akan rindu kepada buatan tangan-Mu. 16 Sungguhpun Engkau menghitung langkahku,Engkau tidak akan memperhatikan dosaku; 17 pelanggaranku akan dimasukkan di dalam pundi-pundi yang dimeteraikan,dan kesalahanku akan Kaututup dengan lepa.

(Alkitab Terjemahan Baru 1974)

Liturgi dan Khotbah: Pendeta Junita Rondonuwu-Lasut (Jemaat Kristus Indonesia Rhein-Main)

Pemberitahuan Pelayanan Hari minggu ke 2 sebelum akhir tahun gerejawi

Musik: Sdr Leandro Christian
Pembacaan Alkitab: Sdr Aditya Dolontelide
Sekolah Minggu: Sdri Riany Lengkong dan Sdr Viktor Aritonang
Berita Jemaat: Bpk Frank Madrikan
Konsumsi: Bersama
Kunci: Pendeta Junita Rondonuwu-Lasut

Liturgi
Khotbah yang terakhir

Rapat jemaat (untuk anggota jemaat) setelah Ibadah Minggu depan akan diadakan di Gedung EVA (Saalgasse 15) dari pukul 16:30 - 19:00.

Bahasa Indonesia

Datum: Sonntag, der 10. November 2019
Uhrzeit: 15 Uhr
Ort: Alte Nikolaikirche, Frankfurt am Main / Römerberg

Predigttext aus

Lukas 6, 27-38

Aber ich sage euch, die ihr zuhört: Liebt eure Feinde; tut wohl denen, die euch hassen; 28 segnet, die euch verfluchen; bittet für die, die euch beleidigen. 29 Und wer dich auf die eine Backe schlägt, dem biete die andere auch dar; und wer dir den Mantel nimmt, dem verweigere auch den Rock nicht. 30 Wer dich bittet, dem gib; und wer dir das Deine nimmt, von dem fordere es nicht zurück. 31 Und wie ihr wollt, dass euch die Leute tun sollen, so tut ihnen auch!
32 Und wenn ihr liebt, die euch lieben, welchen Dank habt ihr davon? Denn auch die Sünder lieben, die ihnen Liebe erweisen. 33 Und wenn ihr euren Wohltätern wohltut, welchen Dank habt ihr davon? Das tun die Sünder auch. 34 Und wenn ihr denen leiht, von denen ihr etwas zu bekommen hofft, welchen Dank habt ihr davon? Auch Sünder leihen Sündern, damit sie das Gleiche zurückbekommen. 35 Vielmehr liebt eure Feinde und tut Gutes und leiht, ohne etwas dafür zu erhoffen. So wird euer Lohn groß sein, und ihr werdet Kinder des Höchsten sein; denn er ist gütig gegen die Undankbaren und Bösen.

36 Seid barmherzig, wie auch euer Vater barmherzig ist. 37 Und richtet nicht, so werdet ihr auch nicht gerichtet. Verdammt nicht, so werdet ihr nicht verdammt. Vergebt, so wird euch vergeben. 38 Gebt, so wird euch gegeben. Ein volles, gedrücktes, gerütteltes und überfließendes Maß wird man in euren Schoß geben; denn eben mit dem Maß, mit dem ihr messt, wird man euch zumessen.

(Lutherbibel 2017)

Predigt: Pfarrerin Junita Rondonuwu-Lasut (Evangelische Indonesiche Kristusgemeinde Rhein-Main)

Ehrenamtlicher Dienst zum 21. Sonntag nach Trinitatis

Liturgie: Herr Frank Madrikan
Musik: Herr Leandro Christian
Bibellesung: Frau Ruth Ritonga
Kindergottesdienst: Frau Yesica Balondo und Frau Inke Rondonuwu
Abkündigung: Frau Roselien Rehfeldt
Verpflegung: Puji Syukur
Schlüsseldienst: Frau Riany Lengkong

Liturgie
Unsere letzten Predigten

Unser Gemeindetreff findet nach unserem Sonntagsgottesdienst in der Saalgasse 15 (EVA) statt.

----------------

Tanggal: Minggu, 10 November 2019
Waktu: Pukul 15:00
Tempat: Alte Nikolaikirche, Frankfurt am Main / Römerberg

Teks Khotbah dari

Lukas 6, 27-38

Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; 28 mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. 29 Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu. 30 Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu. 31 Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.
32 Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. 33 Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian. 34 Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. 35Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.
36 Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati. 37 Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni.
38 Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.

(Alkitab Terjemahan Baru 1974)

Khotbah: Pendeta Junita Rondonuwu-Lasut (Jemaat Kristus Indonesia Rhein-Main)

Pemberitahuan Pelayanan Hari Minggu 21 setelah Trinitatis

Liturgi: Bpk Frank Madrikan
Musik: Sdr Leandro Christian
Pembacaan Alkitab: Sdri Ruth Ritonga
Sekolah Minggu: Ibu Yesica Balondo dan Sdri Inke Rondonuwu
Berita Jemaat: Ibu Roselien Rehfeldt
Konsumsi: Puji Syukur
Kunci: Sdri Riany Lengkong

Liturgi
Khotbah yang terakhir

Pertemuan jemaat akan diadakan setelah Ibadah Minggu di Gedung EVA (Saalgasse 15).

Dialogpredigt zu Mose 8,18 – 22; 9,12 – 17


Pfarrerin Junita Rondonuwu-Lasut :

Liebe Schwester und Brüder in Jesus Christus,

Gott verflucht die Bosheit der Menschen mit einer Sintflut. Nur Noah und seine Familie wurden gerettet. Und als die Sintflut zurückging, sprach Gott in Gen 8, 21-22: Ich will hinfort nicht mehr die Erde verfluchen um der Menschen willen; denn das Dichten und Trachten des menschlichen Herzens ist böse von Jugend auf. Und ich will hinfort nicht mehr schlagen alles, was da lebt, wie ich getan habe. Solange die Erde steht, soll nicht aufhören Saat und Ernte, Frost und Hitze, Sommer und Winter, Tag und Nacht.

Gott versprach, die Menschheit nicht mehr mit einer Flut zu verfluchen. Das Ereignis der Flutkatastrophe war also das letzte seiner Art. Diese Erde wird sich weiterhin drehen. Die Jahreszeiten werden sich stets wechseln, damit die Menschen zu den festgelegten Zeiten säen und ernten können.

Wenn Gott etwas verheißt, dann wird Gott ohne Zweifel sein Versprechen erfüllen. In Gen 9, 13-16 verheißt Gott: Meinen Bogen habe ich gesetzt in die Wolken; der soll das Zeichen sein des Bundes zwischen mir und der Erde. Und wenn es kommt, dass ich Wetterwolken über die Erde führe, so soll man meinen Bogen sehen in den Wolken. Alsdann will ich gedenken an meinen Bund zwischen mir und euch und allem lebendigen Getier unter allem Fleisch, dass hinfort keine Sintflut mehr komme, die alles Fleisch verderbe. Darum soll mein Bogen in den Wolken sein, dass ich ihn ansehe und gedenke an den ewigen Bund zwischen Gott und allem lebendigen Getier unter allem Fleisch, das auf Erden ist.

Der Regenbogen ist ein Zeichen seiner lebendigen Verheißung für die Menschen und alle Lebewesen. Darum erinnert euch daran, so lange wir noch den Regenbogen sehen, dass Gott sich um uns und seine gesamte Schöpfung kümmert.

Liebe Gemeinde, bestimmt fragen wir uns: Wird Gott sich wirklich an sein Versprechen hal-ten? Jedes Jahr reißen große Fluten tausende Menschenleben mit sich. Viele Tiere sind vor dem Aussterben bedroht und viele Pflanzen und Wälder sind zerstört.

In Indonesien besteht im Moment eine lange Dürre. Viele Wälder brennen. Die Menschen hoffen auf Regen. Aber wenn der Regen endlich für einen ganzen Tag fällt, folgt danach eine große Überflutung. Mit vielen Opfern als Folge. Dabei versprach Gott, dass er die Menschen nicht mehr mit einer Flut verfluchen würde, ganz gleich, ob sie von klein auf böse sind. Wie können wir diese Gottes Verheißung verstehen?

Pfarrer Tim van de Griend :

Vieles dieser Verheißung kann man, glaube ich, anhand eines kleinen Wortspiels verstehen. Dieses Wortspiel geht in der deutschen Übersetzung der Bibel fast zwangsläufig unter. Wenn man aber den Ursprungstext des Alten Testamentes, das Hebräische, liest, findet man das Wortspiel wieder. Gott verspricht: „Nie werde ich wieder die Erde verachten um des Men-schen willen.“ Der Mensch wird hier angedeutet mit Adam, mit dem Begriff, den wir als Namen des ersten Menschen, Adam, kennen. Und die Erde, das ist in diesem Vers nicht der Planet – das ist hier der Boden, der fruchtbare Boden, der dem Menschen die notwendige Ernährung hergibt. Dieser Boden heißt im hebräischen adama. Gott verspricht also wörtlich: „Nie werde ich die adama verachten um Adams willen.“

Dieses Wortspiel zwischen Adam und adama durchzieht die ganzen ersten Kapitel des Bu-ches Genesis. Und man spürt: Der Mensch soll aus Gottes Sicht seinen Platz verstehen. Der Mensch mag zwar die Krönung der Schöpfung sein, aber er ist nicht die Ursprungskreatur. Nicht der Mensch, sondern der Boden, die adama, ist Gottes steht am Anfang von Gottes Schöpfung. Der Mensch, Adam, soll bloß nicht denken, dass er diese Ursprungskreatur ver-nichten könne. Wenn er etwas vernichten könnte, dann höchstens sich selbst. Die Mensch-heit kann die Menschheit vernichten. Der Boden aber hat Bestand. Wenn Gott spricht: „Nie werde ich wieder die Erde verachten um des Menschen willen,“ dann verheißt er der Menschheit nach Noah nicht einfach ein sicheres Leben. Gott scheint zu wissen, er scheint zu ahnen, was erneut passieren könnte, dass die menschliche Überheblichkeit tief im menschli-chen Herzen, im menschlichen Wesen steckt – und Gott deutet – das ist sein eigentliches Versprechen – er deutet eine Bremse an, die den Menschen, der ja naturgemäß ein Wieder-holungstäter ist, vor der endgültigen Vernichtung seiner Lebensgrundlage hüten wird; eine Bremse, die ihn vor der definitiven Destruktion der Erde, schützen wird.

Was hat es mit dieser Bremse auf sich? Das ist die entscheidende Frage.
Wenn es so ist – sagen die urkonservativsten Kräfte des Christentums, nicht selten Kalvinis-ten – wenn es so ist, dass es diese Bremse gibt und diese Bremse in Gott selbst liegt, dann können Menschen die Erde gar nicht vernichten. Wenn Gott sich kurz vor dem menschen-gemachten Aus, wenn die Sonnenstrahlen auf die Erde donnern und zeitgleich die Feuchtig-keit irre Ausmaßen angenommen hat, wenn Holland vollständig unter Wasser steht, und wir alle in einem stickigen Glashaus leben, in dem sonst nur noch das furchtbarste Ungeziefer es aushält und nur noch schale Tomaten und aufgeweichte Paprikas wachsen – wenn es eh so ist, das dann das lodernde Sonnenlicht in der klammen Feuchtigkeit einen Regenbogen be-wirkt – und Gott sich eh an seinen Bund erinnern wird, dann können wir fröhlich weiter nach Öl bohren in Alaska, Steinkohle fördern in der Ostukraine und Braunkohle in der Lausitz und alle fliegen, bis wir auch noch das letzte Eck unseres Planeten fünfmal besucht haben. Uns wird nichts passieren.

Jeder Mensch, der sein Konservatismus aber nicht vor seinem angeblichen Christentum schiebt, spürt, dass das der Sinn dieses Textes gerade nicht ist – auch wenn man den Text buchstäblich so lesen könnte. Man hört ja die Widersacher des Apostels Paulus sprechen, die sagen, dass man bloß mehr sündigen sollte, damit Gott sich noch gnädiger zeigen kann. Und Paulus sagt zu denen: genau das sei ferne! Nein, die Schlussfolgerung oder auch die Idee, die das Wortspiel von Adam und adama erwecken möchte, ist einfach. Es ist wie eine kleine Er-innerung. Wie in der Sprache, so gibt es auch in der Wirklichkeit, sagt dieses Wortspiel, eine intensive Beziehung zwischen dem Menschen und dem Boden – ist der Mensch, der ganz am Anfang der Bibel dem Boden der Erde entnommen wird, dauerhaft vom Boden abhängig.

Beide eint – in der Vorstellung der Bibel – nämlich die gleiche Farbe – die heißt adoom, das hebräische Wort für „rotbraun“. Egal wie pigmentiert der Mensch ist, nie ist er völlig schwarz, und wie weiß der Menschen auch immer sein mag, man sieht immer noch seinen Hauch des roten Blutes, das in jedem Menschen strömt. So hat auch die Erde immer und überall Farben zwischen rot, dunkel- und hellbraun. Also, ich bin genommen vom Boden – ich bin Staub der Erde, gefüllt, erfüllt mit Lebensatem, aber meine Hautfarbe verrät meine Verbundenheit, meine Angewiesenheit. Meine Hautfarbe verrät, dass der Mensch für sein Leben immer auf die Erde, auf den Boden verwiesen sein bleibt. Menschliches Leben gibt es nicht ohne Boden. Und die Grundsünde, die Ursünde, wäre im Umkehrschluss, dass der rot-braune Mensch diese Verbundenheit mit dem rotbraunen Boden vergisst. Und das große Versprechen Gott drückt den Wunsch, aber auch das Vertrauen Gottes aus, dass der Mensch diese Verbundenheit nie endgültig vergessen wird. In Noah und seinen Nachkommen, also in der ganzen Menschheit, hat Gott selbst ein neues Wissen angelegt, ein Bewusstsein, ein Besef (heißt das auf Niederländisch), la conscience verortet, die macht, dass der Mensch es nicht bis zum bösen Ende treiben wird, treiben kann, ein Bewusstsein, das macht, dass der Mensch irgendwann dann doch versteht, dass er dabei ist, seine eigene Grundlage, den Bo-den, die Erde, auf das Spiel zu setzen.

Daher kommt zumindest nicht nur meine Hoffnung, sondern sogar mein Optimismus. Als in den 90ern die Ozonschicht angsteinflößend dünn wurde, schaffte es die Menschheit kollektiv Treibhausgasemissionen zu verringern. Als in den 80ern saurer Regen Wälder bedrohte, schaffte es die Menschheit kollektiv, die Stickstoffemissionen zurückzudrängen. Der Mensch, die Menschheit, inklusive Donald Trump, ahnt es doch irgendwie, wenn es richtig ernst wird. Die Geschichte vom Bunde Gottes mit Noah gäbe uns die Gewissheit, dass – gesprochen mit dem Heidelberger Katechismus - wir Menschen zwar im Grunde „böse und verkehrt sind, unfähig zu irgendeinem Guten und geneigt zu allem Bösen“ – aber, dass wir gesprochen mit dem gleichen Katechismus, als Nachkommen Noah auch schon ansatzweise „durch den Geist Gottes wiedergeboren“ wurden. Am Ende, möchte ich glauben, möchte ich hoffen, ist tief im Menschen, im Adam, das Wissen angelegt, dass er vom Boden, von der adama, bei Erweite-rung: von der Erde abhängig ist.

Pfarrerin Junita Rondonuwu-Lasut :

so bin auch ich mir sicher, dass Gott sein Versprechen nicht brechen wird. Diese Welt ist seine Schöpfung, von ihm gesegnet.

Indonesien war bis in den 80ern das Land mit den größten Regenwäldern dieser Erde. In die-sen Wäldern lebten eine Vielfalt von Lebewesen von den größten zu den kleinsten, mit dem bloßen Auge kaum zu erkennen. Es existierten unzählige Pflanzenspezies. Viele davon waren nur in diesen indonesischen Wäldern zu finden.

Heute finden sich dort statt Regenwälder nur noch Palmölplantagen, die einen hohen Wirt-schaftswert haben. Ein Großteil des Palmöls wird nach Japan, Südkorea, Europa und in die USA exportiert.

Diesen August ging ich zurück nach Indonesien. Vom Flugzeug aus sah ich, wie der Regen-wald nun zu einer Monokultur verwandelt war. Das ist der Grund, warum bei einer langen Hitzewelle, eine Dürre entsteht. Denn der Wald speichert kein Wasser mehr. Und auch wa-rum, wenn es auch nur für einige Stunden ununterbrochen regnet, große Fluten entstehen. Denn die tiefen Wurzeln der großen Bäume gibt es nicht mehr, sodass kein Regenwasser aufgesogen wird.

Die kritische Frage hier ist, ob der Fehler in Indonesien alleine die Taten der Indonesier als Ursache hat. Natürlich nicht. Sie pflanzen diese Palmen an, um die Nachfrage der Industrie-länder nachzugehen.

Weil der Wald sowohl in Indonesien als auch im Amazonasgebiet immer kleiner werden, so steigt auch die Temperatur. Fluten und Waldbrände werden zur Routine. Diese Dinge ge-schehen nicht, weil Gott sein Versprechen gebrochen oder gar vergessen hat. Diese Naturka-tastrophen geschehen durch unseren Eigenverdienst als Menschen. Gott hat versprochen, dass er diese Erde nicht verfluchen wird. Es ist doch klar, dass dieses Versprechen eine Erwiderung von uns Menschen, die hier Bewohner sind, braucht. Wenn Gott diese Erde nicht verfluchen wird, so müssen wir ebenfalls unser gemeinsames Zuhause pflegen, als eine Antwort auf Gottes Versprechen.

Pfarrer Tim van de Griend :

Das könnte heißen: zunächst bewusst und gezielt wahrzunehmen, was und wer uns anver-traut wurde, bewusst und gezielt das Leben im kleinen Kreis zum Wachstum zu bringen. Man sollte das einfache Leben im Dorf, vor 200 Jahren irgendwo in Europa, heute noch an einigen Orten, nicht idealisieren. Die Arbeit auf dem Land, auf dem Boden, war, sie ist hart. Die Menschen starben früh. Die Welt war klein. Nicht selten war das Weltbild dementsprechend beschränkt. Aber man sollte auch eine Welt nicht idealisieren, in der alle Güter, alle Nähr-mittel ständig endlos verfügbar sind, ihres Wertes beraubt – in der Achtsamkeit und Dank-barkeit quasi zwangsläufig auf der Strecke bleiben, weil eh immer alles da ist. Die menschli-che „Antwort auf Gottes Versprechen“, wie du es sagtest, Junita, unser Gebet könnte es heu-te sein, dass man Zeit nimmt, dass man innehält zu genießen, bewusst zu schmecken, be-wusst zu prüfen, bewusst zu riechen, was es gibt – Zeit, die fehlt, um nicht das nächste schon zu verbrauchen. Am Ende gilt, dass wir den Boden, die adama, bekommen haben, dass nichts uns gehört, dass wir alles empfangen. Der Noah der Bibelgeschichte muss sich gerade des-sen bewusst gewesen sein. Sonst lässt sich sein sofortiges Opfer auf dem endlich wieder ver-fügbaren Boden nicht verstehen. Er druckte aus, dass er von seiner menschlichen Abhängig-keit wusste. Und Gott verspricht ihm erst daraufhin, erst nachdem der Mensch Noah gezeigt hat, dass er sich seiner Abhängigkeit bewusst ist, seinen Segen.

Pfarrerin Junita Rondonuwu-Lasut :

Ja, Gott verspricht, dass der Regenbogen immer über den Wolken zu sehen sein wird. Wenn wir einen sehen, so wird es uns leicht ums Herz. Warum? Weil der Regenbogen wunder-schön und zauberhaft ist. Er ist das Symbol, dass der Sturm vorbei ist. Und am Ende des Sturms wartet neue Hoffnung.

Gott selbst ist die Quelle dieser Hoffnung. In Jesus ist er Mensch geworden. Und Jesus ist unter uns, mit uns. Er hat uns Menschen gerettet, und auch alle Lebewesen der Natur gehö-ren zu Gottes Erlösungswerk in Jesus Christus.

Wir wurden hinausgesandt, um uns die Natur untertan zu machen, wurden aber auch beauf-tragt, diese zu pflegen und zu beschützen. Fürsorge zu haben für Gottes Schöpfung ist Teil unserer Verantwortung als Menschen im Glauben an Gott in Jesus Christus.

Amen.

Predigt: Pfarrerin Junita Rondonuwu-Lasut (Evangelische Indonesiche Kristusgemeinde Rhein-Main) / Pfarrer Tim van de Griend (Evangelische Französisch-reformierte Gemeinde)

Chor der koreanischen evangelischen Kirchengemeinde Rhein-Main

Bilder zum gemeinsamen Gottesdienst

Teilnehmenden Gemeinden:
Ungarische Evangelisch-Reformierte Gemeinde in Frankfurt am Main
Evangelisch-reformierte Gemeinde
Niederländische Kirche in Deutschland
Presbyterian Chruch Ghana, Frankfurt am Main
Koreanische Evangelische Kirchengemeinde Rhein-Main
Evangelische Indonesiche Kristusgemeinde Rhein-Main

Unsere letzten Predigten

Cookies make it easier for us to provide you with our services to EIKG / JKI. With the usage of our services you permit us to use cookies. Your settings will be saved for 365 days.